Feodalisme Di Tanah Merdeka: Luka Lama yang Belum Sembuh

Ilustrasi Ai Oleh Aksara Merdeka

Indonesia lahir dari darah dan doa rakyat yang ingin lepas dari belenggu penjajahan. Namun, setelah puluhan tahun merdeka, kita masih dibayangi oleh satu penyakit lama yang tak kunjung sembuh: feodalisme.

Ia tidak lagi memakai mahkota atau jubah kebesaran, tapi tetap hidup di balik meja birokrasi, panggung politik, bahkan layar media sosial.

Apa Itu Feodalisme?

Feodalisme adalah sistem sosial yang menempatkan manusia dalam tangga hierarki: ada yang dianggap tinggi, ada yang harus tunduk di bawah.

Kekuasaan diberikan bukan karena kemampuan, tapi karena status, kedekatan, atau keturunan. Dalam masyarakat feodal, kata “hormat” sering berarti “takut”, bukan “menghargai”.

Feodalisme membuat rakyat tunduk pada jabatan, bukan pada kebenaran.

Di masa lalu, feodalisme tampak jelas dalam kerajaan dan kolonialisme. Kini, bentuknya lebih halus: orang-orang yang merasa “lebih penting” dari sesamanya, pejabat yang sulit dijangkau, dan rakyat kecil yang takut bersuara.

Kenapa Indonesia Jadi Lahan Subur Feodalisme?

1. Warisan Sejarah Yang Tidak Pernah Disembuhkan

Berabad-abad lamanya Nusantara hidup dalam sistem kerajaan. Setelah itu datang kolonialisme Belanda yang menegaskan strata sosial antara priayi dan inlander.

Jadi jangan heran jika hingga kini mentalitas “atas-bawah” masih melekat di banyak sisi kehidupan.

2. Budaya Hormat yang Salah Makna

Kita diajarkan untuk sopan, tapi sering disalahartikan sebagai larangan mengkritik. Padahal, dalam masyarakat yang sehat, kritik adalah bentuk kasih sayang pada kebenaran.

3. Patronase dan “Orang Dalam”

Daripada berjuang lewat prestasi, banyak yang memilih mencari “jalur khusus”. Sistem patronase ini menjamur dari tingkat desa sampai pusat pemerintahan, dari dunia politik hingga bisnis. Feodalisme versi modern bukan lagi tentang darah biru — tapi tentang kedekatan dan relasi.

4. Ketimpangan Ekonomi dan Pendidikan

Feodalisme tumbuh subur di ladang ketimpangan. Ketika rakyat miskin dan pendidikan terbatas, mereka tak punya suara untuk menuntut keadilan. Sementara yang di atas semakin berkuasa tanpa pengawasan moral.

Efek Feodalisme Lintas Zaman:

  • Zaman Kolonial: Rakyat terbelah antara priayi dan jelata.
  • Zaman Orde Lama dan Baru: Rakyat tetap di bawah, hanya penguasanya yang berganti.
  • Zaman Reformasi: Feodalisme berganti wujud — kini lewat popularitas, uang, dan jabatan.

Feodalisme lintas zaman selalu meninggalkan luka yang sama: rakyat menjadi penonton, sementara segelintir elite memainkan peran utama.

Jalan Keluar dari Sistem Tua

Indonesia tidak akan benar-benar maju selama pikiran rakyatnya masih terjajah oleh rasa takut. Kita tidak butuh pemimpin yang minta dihormati, tapi pemimpin yang bisa menghormati rakyatnya. Dan kita tidak butuh rakyat yang tunduk, tapi rakyat yang berani berpikir dan menyuarakan kebenaran.

“Negara merdeka bukan diukur dari bebasnya tanah, tapi dari merdekanya pikiran rakyatnya.”

Feodalisme mungkin tidak bisa dihapus dalam semalam. Tapi ia bisa dikikis perlahan — lewat pendidikan yang membebaskan, pemimpin yang mau mendengar, dan rakyat yang sadar bahwa setiap manusia setara di hadapan Tuhan.

Hanya dengan cara itu, kemerdekaan Indonesia bukan sekadar simbol di atas kertas, tapi nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Menjaga NKRI Dari Perang Narasi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Scroll to Top