Masih Perlukah Indonesia Mengejar Gelar AFF?

Gambar Oleh Tom Fisk, pexels.com

Setelah kegagalan tim nasional Indonesia melangkah ke Piala Dunia, suasana di kalangan suporter terasa berbeda. Dulu, setiap kali turnamen AFF (FIFA ASEAN CUP) digelar, euforia terasa di mana-mana: dari warung kopi sampai dunia maya, semua membicarakan Garuda.

Kini, sebagian suporter tampak lebih dingin — seolah ajang itu tak lagi terlalu penting. Padahal, secara fakta, Indonesia belum pernah sekalipun menjuarai AFF Cup, meski sudah enam kali masuk final. Trofi yang paling realistis justru tampak semakin jauh dari hati sebagian penggemar.

Dari Antusiasme Massal ke Rasa Jenuh

Dulu, AFF adalah “piala dunia”-nya rakyat Indonesia. Namun, setelah sepak bola nasional meningkat pesat dan beberapa pemain bermain di Eropa, sebagian suporter mulai menganggap turnamen regional ini kurang bergengsi. Ada semacam pergeseran kebanggaan: dari “ingin juara di Asia Tenggara” menjadi “ingin bersaing di Asia dan dunia”.

Bagi generasi baru suporter yang terbiasa menonton Jay Idzes, Calvin Verdonk, atau Kevin Diks di liga luar negeri, turnamen AFF dianggap level yang sudah lewat. Mereka ingin timnas fokus pada ajang yang lebih besar seperti Kualifikasi Piala Dunia atau Piala Asia, bukan sekadar “mengalahkan tetangga”.

Jadwal Baru AFF 2026: Peluang atau Sekadar Formalitas?

Federasi AFF kabarnya telah menyesuaikan jadwal Piala AFF 2026 agar tidak bentrok dengan kalender FIFA. Tujuannya mulia — supaya para pemain Asia Tenggara yang bermain di Eropa bisa kembali memperkuat negaranya.

Bagi Indonesia, ini berarti skuad terbaik mungkin bisa tampil lengkap. Namun pertanyaannya, apakah itu cukup untuk memantik gairah suporter lagi?

Sebagian fans mungkin akan bilang, “Ya, minimal juara dulu AFF sebelum bicara Asia.” Tapi di sisi lain, banyak juga yang merasa trofi AFF kini hanya simbol masa lalu. Ketika ekspektasi sudah melompat ke level Asia, kemenangan di level regional justru terasa seperti langkah mundur.

Antara Gengsi dan Cita-Cita

Perasaan “tak lagi butuh AFF” sebenarnya bisa dimaklumi. Sepak bola Indonesia tengah menapaki era baru — dengan pemain diaspora, manajemen lebih profesional, dan lawan yang jauh lebih berat di kancah Asia.

Namun, di sisi lain, AFF tetap punya nilai emosional. Turnamen ini menjadi ajang di mana suporter lokal bisa kembali bersatu, stadion penuh, dan atmosfer kebangsaan terasa kental.

AFF bisa menjadi pengingat dari mana timnas memulai perjuangannya. Menang di sana bukan berarti mundur, tapi merawat akar semangat nasionalisme yang tumbuh di tengah lapangan.

Harapan Baru, Identitas Baru

Mungkin benar, sebagian suporter kini lebih memilih menatap jauh ke depan — ke babak kualifikasi Piala Dunia berikutnya. Namun semangat juang dan kebanggaan di AFF tidak seharusnya hilang.

Justru di sanalah pembentukan karakter dan ujian konsistensi tim nasional diuji. Bukan tentang besar kecilnya turnamen, tapi tentang bagaimana Indonesia menunjukkan identitas barunya: tim yang disiplin, solid, dan bermental juara.

Karena jika mental itu sudah tumbuh, gelar apapun — baik AFF maupun Asia — hanyalah hasil alami dari proses panjang.

Penutup

AFF memang bukan segalanya.Tapi menganggapnya tak penting sama sekali juga terlalu gegabah. Indonesia membutuhkan panggung di mana rakyat bisa kembali merayakan kebanggaan bersama. Dan AFF, dengan segala pro dan kontranya, tetap bisa menjadi panggung kecil yang menyalakan api besar: semangat bahwa Garuda tidak akan berhenti mengepakkan sayap — baik di ASEAN, Asia, maupun dunia.

Baca juga: Antara Ego dan Harapan: Akankah Shin Tae-yong Kembali Ke Timnas?

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Scroll to Top