
Sumber foto: PK-REN via Wikimedia Commons — lisensi CC BY-SA 2.0. Gambar telah dikompres/diedit seperlunya.
Pendahuluan
Tahun 1995 adalah saksi sejarah yang seharusnya membuat dunia menunduk kagum pada Indonesia.
Sebuah pesawat turboprop modern, N-250 Gatotkaca, buatan anak bangsa berhasil mengudara.
Pesawat ini tak hanya karya simbolik, tapi benar-benar teknologi kelas dunia —
menggunakan sistem fly-by-wire, desain aerodinamis modern, dan 100% dirancang oleh insinyur Indonesia.
Namun, dua dekade berlalu, Gatotkaca hanya menjadi cerita di museum. Pertanyaan besar pun muncul: Kenapa Indonesia tidak membangkitkannya kembali? Apa yang membuat proyek seambisius ini berhenti di tengah jalan, sementara bangsa lain terus melaju?
1️⃣ Korban dari Krisis dan Politik Ekonomi Global
Jawaban pertama datang dari tahun 1997, ketika krisis moneter Asia meluluhlantakkan perekonomian Indonesia. Pemerintah terpaksa menerima bantuan IMF (Dana Moneter Internasional) dengan syarat keras: menghentikan semua proyek industri strategis berbiaya besar, termasuk proyek N-250.
Logika IMF sederhana — Indonesia harus fokus pada stabilisasi ekonomi, bukan riset teknologi. Namun dampaknya luar biasa: pabrik berhenti, riset mandek, ribuan insinyur kehilangan arah. Ironisnya, saat kita berhenti membangun pesawat, negara lain justru mengambil alih pangsa pasar yang dulu bisa jadi milik kita.
2️⃣ Gagalnya Konsistensi Visi Nasional
Kemandirian teknologi tidak bisa dibangun dalam satu masa pemerintahan. Butuh visi lintas generasi, seperti yang dilakukan Jepang, Korea Selatan, atau Brasil.
Sayangnya, setelah era BJ Habibie, arah pembangunan industri dirgantara tidak dilanjutkan secara konsisten. Proyek pesawat buatan dalam negeri dipandang bukan prioritas. Sementara anggaran negara lebih banyak dialokasikan untuk hal-hal jangka pendek.
Habibie pernah berkata:
“Negara yang berhenti meneliti, akan berhenti bermimpi.”
Dan Indonesia sempat berhenti bermimpi — setidaknya di langitnya sendiri.
3️⃣ Rantai Industri yang Belum Mandiri
Membangun pesawat bukan hanya soal merakit sayap dan mesin. Ada ribuan komponen, dari sistem avionik, material logam, hingga software penerbangan yang harus tersedia di dalam negeri.
Indonesia belum punya rantai industri pendukung yang solid. Komponen pesawat masih bergantung pada impor. Jadi, setiap kali proyek dimulai, biayanya membengkak, dan keberlanjutan jadi sulit.
Negara seperti Brasil (melalui Embraer) bisa sukses karena mereka membangun ekosistem pendukung — mulai dari riset material, pabrik suku cadang, hingga lembaga sertifikasi. Indonesia baru punya sebagian kecil dari itu.
4️⃣ Faktor Pasar dan Industri Global
Industri pesawat bukan industri kecil —membutuhkan pasar besar, sertifikasi ketat, dan kepercayaan global. Sayangnya, pasar dalam negeri Indonesia masih kecil untuk menopang produksi massal pesawat seperti N-250. Maskapai lebih memilih membeli pesawat asing yang sudah punya brand trust dan jaringan purna jual kuat.
Namun, ini bukan alasan untuk menyerah. Karena pasar bukan hanya domestik — banyak negara berkembang membutuhkan pesawat kecil efisien seperti N-250. Sayangnya, kita tidak pernah kembali ke meja global dengan produk sendiri.
5️⃣ Harapan yang Masih Tersisa
Walau proyek N-250 berhenti, semangatnya tidak padam. Pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan waktu itu masih disimpan oleh PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Sebagian bahkan melahirkan generasi baru seperti N-219 Nurtanio — pesawat kecil yang kini sudah berhasil mengudara.
Bisa dibilang, Gatotkaca belum mati. Ia hanya tertidur — menunggu kebijakan nasional yang berani membangunkan kembali mimpi besar ini. Kita tidak kekurangan kemampuan, yang kita kekurangan hanyalah kemauan untuk percaya pada kemampuan sendiri.
Penutup
N-250 adalah bukti bahwa Indonesia pernah bisa — dan masih bisa. Kita hanya perlu kembali pada keyakinan yang sama seperti dulu: bahwa bangsa besar tidak akan selamanya menjadi pembeli teknologi, tapi pencipta dan penguasa teknologi itu sendiri.
Kalau suatu hari pesawat buatan Indonesia kembali terbang di langit dunia, maka itulah saat ketika Gatotkaca benar-benar bangkit dari tidur panjangnya.
Baca juga: Pesawat N-219 Nurtanio: Penerus Semangat Gatotkaca
