Kesadaran Generasi Muda Menikah Sederhana

Ilustrasi Ai Oleh Editor Aksara Merdeka

Di tengah maraknya pesta megah dan gengsi sosial yang kian membudaya, hadir satu gelombang kecil tapi kuat, generasi muda yang berani berkata: “Cukup yang sederhana, asal berkah.”

Mereka bukan generasi anti pesta, melainkan generasi yang menyadari bahwa makna pernikahan bukan di pesta, tetapi di perjalanan setelahnya.

Pergeseran Nilai di Kalangan Muda

Jika dulu ukuran “sukses menikah” adalah seberapa besar resepsi dan berapa banyak tamu yang datang, kini semakin banyak anak muda yang menolak standar itu. Mereka melihat kenyataan di sekitar: banyak keluarga hancur karena utang pesta, banyak rumah tangga dimulai bukan dengan doa, tetapi dengan cicilan.

Kesadaran itu tumbuh dari kejenuhan. Generasi muda mulai bertanya, “Untuk apa berutang hanya agar pesta terlihat megah di mata orang yang bahkan tidak peduli setelahnya?” Dari pertanyaan itulah muncul pergeseran nilai: dari pamer kebahagiaan, menuju pencarian keberkahan.

Meneladani Kesederhanaan Nabi dan Sahabat

Banyak anak muda kini belajar dari teladan Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Mereka menemukan bahwa kesederhanaan bukan tanda kekurangan, tetapi justru bentuk kecerdasan hati.

Rasulullah menikahkan putrinya, Fatimah, tanpa pesta besar. Yang hadir hanyalah keluarga dan sahabat, dengan makanan sederhana dan suasana penuh doa. Namun dari pernikahan yang sederhana itu, lahirlah keluarga penuh cinta dan keteladanan.

Kesadaran ini kini tumbuh di hati generasi muda Muslim Indonesia. Mereka memahami bahwa “walimah walau hanya dengan seekor kambing” bukan sekadar hadis, tetapi prinsip hidup: bahwa keberkahan tidak diukur dari megahnya acara, melainkan dari tulusnya niat dan bersihnya rezeki.

Baca juga: Anjuran Nabi tentang Pesta Hajatan: Antara Syukur dan Kesederhanaan

Kecerdasan Finansial dan Emosional

Selain faktor spiritual, generasi muda juga lebih melek finansial. Mereka memahami bahwa uang bukan hanya untuk satu hari pesta, tetapi untuk bertahun-tahun kehidupan rumah tangga.

Mereka berpikir realistis: lebih baik uang ratusan juta dipakai untuk modal usaha, DP rumah, atau tabungan pendidikan anak, daripada habis dalam satu malam demi tepuk tangan.

Kesadaran ini bukan bentuk pelit, melainkan bentuk kedewasaan emosional dan tanggung jawab finansial.

“Menunda gengsi bukan berarti miskin, tetapi tanda seseorang tahu mana yang lebih penting.”

Media Sosial: Dari Ajang Pamer ke Ajang Edukasi

Menariknya, media sosial yang dulu menjadi ladang flexing, kini justru melahirkan gerakan baru: “Menikah Sederhana Tanpa Utang.”

Banyak pasangan muda berbagi pengalaman menikah dengan biaya minim, namun tetap penuh makna. Mereka menunjukkan bahwa bahagia tidak butuh panggung besar, cukup niat yang tulus dan keluarga yang mendukung.

Video pernikahan sederhana yang viral di TikTok dan Instagram sering kali justru lebih menyentuh daripada pesta megah yang glamor. Karena kejujuran emosi tidak bisa dibeli dengan dekorasi.

Pernikahan: Awal, Bukan Akhir

Pernikahan bukan titik akhir perjuangan, melainkan awal dari perjalanan panjang dua jiwa. Karena itu, pesta besar tidak menjamin bahagia, tetapi hati yang siap menghadapi susah senang, itulah kuncinya.

Generasi muda mulai paham bahwa lebih baik menikah sederhana dan langgeng, daripada mewah tapi hanya jadi kenangan singkat.

Kesadaran ini perlahan mengubah wajah budaya hajatan di Indonesia. Jika dulu orang tua malu pesta kecil, kini banyak orang tua bangga melihat anaknya berani hidup sesuai kemampuan.

Kembali ke Esensi Bahagia

Kesederhanaan bukan perlawanan terhadap kemajuan, tetapi cara untuk menjaga kewarasan dalam dunia yang terlalu berisik. Karena pada akhirnya, yang akan tinggal setelah pesta bukanlah panggung, bukan dekorasi, tetapi dua hati yang belajar saling memahami.

Kita patut berterima kasih pada generasi baru yang berani mengubah arah, karena dari merekalah kita belajar arti kebahagiaan sejati yang lahir bukan dari sorotan kamera, tetapi dari ketulusan di antara dua insan.

“Kesederhanaan bukan pilihan terakhir, tetapi pilihan terbaik untuk mereka yang ingin hidup lama dalam keberkahan.”

Aksara Merdeka

Baca juga: Hajatan Sebagai Ajang Mencari Untung

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Scroll to Top