
Ilustrasi Ai Oleh Redaksi Aksara Merdeka
Pendahuluan
Banyak orang beranggapan bahwa kemajuan industri ditentukan oleh seberapa besar modal dan teknologi yang dimiliki. Padahal, kuncinya justru terletak pada satu hal yang sering terlupakan: investasi jangka panjang dalam R&D (Research and Development) — atau Penelitian dan Pengembangan.
Negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan China sudah membuktikan bahwa keseriusan mereka dalam membangun budaya riset mampu mengubah status dari negara konsumen menjadi negara produsen teknologi. Sementara Indonesia, meski punya sumber daya alam dan manusia yang melimpah, masih tertinggal karena terlalu bergantung pada produk luar negeri.
R&D: Jantung dari Inovasi
R&D bukan sekadar ruang laboratorium berisi ilmuwan berjas putih. Ia adalah jantung dari semua kemajuan industri modern.Semua alat berat, mobil listrik, hingga pesawat terbang yang kini kita kagumi — lahir dari proses panjang riset dan pengembangan.
Melalui R&D, ide yang hanya berupa sketsa di atas kertas bisa berubah menjadi produk nyata yang efisien, tahan lama, dan layak jual. Namun proses itu tidak instan. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, untuk menghasilkan satu produk unggulan.
“Tanpa kesabaran dan investasi jangka panjang, sebuah negara tidak akan pernah punya industri kuat — hanya akan jadi penonton dan pembeli selamanya.”
Masalah Kita: Ingin Cepat Untung
Realitas di Indonesia masih jauh dari budaya riset. Banyak pengusaha lebih tertarik menjadi dealer resmi merek asing daripada mengembangkan merek lokal.
Kenapa? Karena menjadi perakit atau penjual jauh lebih cepat menghasilkan uang. Sementara riset membutuhkan: biaya tinggi, SDM ahli, waktu lama dan resiko gagal berkali-kali.
Inilah kenapa industri alat berat, otomotif, bahkan farmasi kita sulit maju. Kita takut rugi sebelum mencoba. Padahal negara lain justru berani “bakar uang” selama bertahun-tahun untuk menemukan formula yang tepat.
Baca juga: Mengapa Alat Berat Indonesia Tidak Kunjung Di Buat?
Belajar dari Negara yang Berhasil
Ambil contoh China. Pada tahun 1980-an, mereka masih mengimpor alat berat dari Jepang dan Eropa. Tapi pemerintahnya sadar, ketergantungan itu hanya akan membuat ekonomi lemah.
Maka mereka membangun pusat riset nasional, mengirim ribuan insinyur ke luar negeri, dan memaksa perusahaan dalam negeri untuk melakukan riset mandiri.
Hasilnya?
Kini merek alat berat China seperti SANY, XCMG, dan Zoomlion menjadi raksasa dunia. Mereka tak hanya memenuhi pasar dalam negeri, tapi juga mengekspor ke puluhan negara, termasuk ke Indonesia.
Harus Ada Keberanian Politik
Investasi jangka panjang dalam R&D tidak akan berhasil tanpa keberpihakan pemerintah. Pemerintah harus memberi:
- Insentif pajak bagi industri riset.
- Pendanaan riset nasional yang nyata.
- Koneksi antara kampus dan industri.
- Perlindungan bagi produk lokal.
Sebab tanpa keberanian politik, riset akan selalu berhenti di meja proposal, bukan di jalur produksi.
Kesimpulan
Membangun kemandirian industri bukan soal punya uang banyak, tapi soal kesabaran dan arah yang jelas. R&D adalah investasi jangka panjang yang mungkin tidak menghasilkan profit hari ini, tapi menentukan posisi Indonesia 20 tahun ke depan.
“Jika ingin menjadi bangsa besar, kita harus berhenti berpikir jangka pendek. Karena tanpa investasi dalam riset, kita hanya akan terus membeli masa depan dari negara lain.”
