Kenapa Pendidikan Finansial Tidak Diajarkan di Sekolah: Kesalahan Sistem yang Bikin Banyak Orang Menyesal

Ilustrasi AI oleh Editor Aksara Merdeka

Pendahuluan: Ilmu yang Seharusnya Diajarkan Sejak Dini

Setiap orang akan bekerja, menghasilkan uang, dan mengelola penghasilannya. Tapi anehnya, tidak ada pelajaran di sekolah yang secara serius mengajarkan pendidikan finansial untuk mengelola uang dengan bijak.

Kita diajarkan menghitung bunga tabungan, tapi tidak diajarkan bagaimana menabung secara konsisten. Kita belajar teori ekonomi, tapi tidak tahu bagaimana menghindari utang konsumtif. Akibatnya, banyak orang baru sadar pentingnya pendidikan finansial setelah bertahun-tahun bekerja tanpa hasil berarti.

Pertanyaannya sederhana namun penting: kenapa pendidikan finansial tidak pernah menjadi bagian utama dari sistem pendidikan kita?

1️⃣ Pendidikan Masih Fokus pada Nilai, Bukan Kehidupan

Sistem pendidikan di Indonesia bahkan di banyak negara lain — masih berorientasi pada akademik dan ujian. Yang dihargai adalah angka, bukan kemampuan bertahan hidup.

Anak-anak diajarkan untuk menghafal teori ekonomi klasik, tapi tidak tahu bagaimana membuat rencana keuangan pribadi. Mereka paham “permintaan dan penawaran”, tapi tidak tahu cara menahan diri saat tergoda diskon besar di marketplace.

Padahal, seharusnya pendidikan membantu seseorang menjadi mandiri secara finansial dan mental, bukan sekadar “pintar di atas kertas.”

2️⃣ Uang Masih Dianggap Topik Tabu

Di banyak lingkungan, bicara tentang uang dianggap tidak sopan. Guru jarang membahasnya secara terbuka, orang tua pun enggan mengajari anak tentang penghasilan atau pengeluaran.

Padahal, pemahaman finansial bukan soal keserakahan, melainkan soal tanggung jawab. Mengetahui nilai uang justru mengajarkan anak untuk menghargai kerja keras dan belajar mengatur prioritas.

Sayangnya, karena topik keuangan dianggap “urusan pribadi”, akhirnya banyak orang belajar dengan cara yang paling menyakitkan: lewat kesalahan.

Baca juga: Mengapa Emas Dan Perak Menjadi Barang Bernilai Tinggi

3️⃣ Kurangnya Guru yang Melek Finansial Pribadi

Ironinya, bahkan banyak guru ekonomi pun tidak diajarkan cara mengelola uang pribadinya. Mereka paham teori pasar modal, tapi belum tentu punya pengalaman berinvestasi atau menyiapkan dana pensiun.

Ini bukan salah guru, tapi sistem. Tidak ada pelatihan yang membuat pendidik memahami finansial sebagai keterampilan hidup. Akibatnya, pelajaran di kelas berhenti di teori — tanpa aplikasi nyata.

4️⃣ Kurikulum Lambat Menyesuaikan Zaman

Kita hidup di era digital, di mana uang bisa berpindah dalam hitungan detik, investasi bisa dilakukan lewat ponsel, dan krisis ekonomi bisa datang tanpa peringatan.

Namun, kurikulum sekolah kita masih ketinggalan puluhan tahun. Pelajaran ekonomi dan akuntansi belum banyak menyinggung realitas modern seperti:

  • Mengatur keuangan pribadi dengan gaji tetap.
  • Manajemen utang dan bunga kartu kredit
  • Dasar investasi di reksa dana atau emas, Pajak pribadi dan tabungan pensiun

Sementara itu, anak muda menghadapi dunia yang menuntut mereka paham finansial sejak pertama kali menerima gaji.

Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia pada tahun terakhir mencapai sekitar 49%, yang menunjukkan bahwa masih banyak warga belum memahami cara mengelola uang dengan bijak.

5️⃣ Sistem Sosial Ekonomi Tidak Siap Jika Rakyat Melek Finansial

Dalam sistem ekonomi modern, konsumsi memang menjadi penggerak utama. Karena itu, jika masyarakat terlalu melek finansial, pola konsumsi bisa berubah. Pemerintah dan korporasi pada akhirnya harus menyesuaikan diri — sebab ekonomi kita masih sangat bergantung pada perilaku konsumtif masyarakat.”

Jika terlalu banyak warga yang sadar finansial, mereka akan lebih hemat, lebih selektif, dan lebih banyak menabung — ini tidak selalu sejalan dengan logika ekonomi konsumtif.

Artinya, ada struktural yang secara tidak langsung membuat masyarakat belum bisa melek finansial.

Kesimpulan

Pendidikan finansial bukan tentang mengejar kekayaan, melainkan tentang bertahan hidup dengan cerdas dan merdeka dari tekanan ekonomi. Sekolah selama ini lebih banyak mengajarkan cara menjadi karyawan, namun belum cukup membekali siswa bagaimana mengelola hasil kerja mereka.

Padahal, di era modern, kemampuan memahami keuangan pribadi adalah keterampilan hidup yang sama pentingnya dengan ilmu akademik.

Generasi muda yang melek finansial akan tahu batas kemampuannya, tidak mudah tergoda gaya hidup, lebih siap menghadapi krisis, dan mampu mengambil keputusan keuangan jangka panjang yang sehat.

“Pendidikan tanpa literasi finansial ibarat kapal tanpa kompas — canggih, tapi mudah tersesat.”

Sudah saatnya sekolah tidak hanya mencetak pekerja, tetapi mendidik manusia yang mandiri, bijak, dan tangguh dalam mengelola hasil kerja.

Baca juga: Keuntungan dan Kerugian Menabung Emas Digital: Bijak di Tengah Tren Investasi Modern

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Scroll to Top